Minggu, 27 Januari 2013

Pengaruh Dialek Jakarta



DIALEK JAKARTA dalam BAHASA INDONESIA
                Perkembangan bahasa Indonesia tidak dapat dipisahkan dari perkembangan dialek Jakarta karena keduanya berasal dari bahasa yang sama, yaitu bahasa Melayu, dan berkembang ditempat yang sama, yaitu daerah/kota Jakarta, tempat yang sejak enam abad lalu telah menjadipusat kekuasaan  di bumi Nusantara kita
.Meskipun berasal dari bahasa yang sama, namunada bedanya.Kalau dialek Jakarta hanya merupakan dialek regional Melayu milik etnis Betawi yang lebih bersifat lisan, sedangkan bahasa Indonesia berasal dari ragam bahasa Melayu pustaka, yang telah diajarkan di sekolah-sekolah dan telah memiliki tradisi tulis seperti dalam buku-buku yang diterbitkan oleh Balai Pustaka.
                Perbadaan asal kemelayuan ini menyebabkan terjadinya perbedaan fungsi antara dialek Jakarta dan bahasa Indonesia. Kalau bahasa Indonesia berstatus sebagai bahasa formal yang digunakan dalam  situasi resmi keindonesiaan, maka dialek Jakarta selain sebagai alat interaksi etnis Betawi, juga berfungsi sebagai alat interaksi informasi masyarakat Indonesia di Jakarta, dan kini mulai merambah ke luar Jakarta.
                Karena berkembang di daerah yang sama maka kedua bahasa ini (dialek Jakarta dan bahasa Indonesia) sama-sama menerima pengaruh dari berbagai bahasa etnis lain yang ada di Jakarta, seperti Cina, Belanda, Arab, Jawa, Sunda, dan sebagainya. Oleh karena itu, tidak heran kalau, baik dalam dialek Jakarta maupun bahasa Indonesia banyak kita dapati kata-kata dari berbagai bahasa itu seperti kata girik, setir, nyentrik, solat, iman, dan dongkrak.
                Di samping itu, dalam sejarah perkembangannya telah terjadi pula saling pengaruh antara dialek Jakarta dan bahasa Indonesia. Sejauh mana pengaruh dialek Jakarta dalam bahasa Indonesia, baiklah kita simak Kamus Besar Bahasa Indonesia ( KBBI ) sebagai sumber informasi kosa kata dan buku Pembentukan Kata Bahasa Indonesia ( PKBI ) sebagai sumber informasi ketatabahasaan.
                Di dalam KBBI edisi III tahun 2001 buah lema ( kata kepala ) yang berasal dari daerah Jakarta. Pemasukan kata-kata tersebut adalah berdasarkan bahwa kata-kata itu telah umum digunakan dalam wacana tulis bahasa Indonesia. Jumlahnya memang tidak banyak, tetapi kalau kita amati wacana lisan bahasa Indonesia, terutama dalam ragam informal akan kita dapati lebih banyak lagi. Mengapa ? Karena sesuai dengan fungsinya, dialek Jakarta itu merupakan salah satu ragam informal dan bahasa Indonesia.
                Di dalam buku PKBI sejumlah bentuk ketatabahasaan dialek Jakarta telah didaftarka sebagai bentuk ketatabahasaan bahasa Indonesia (informal, nonbaku). Bentuk-bentuk tersebut antara lain
1.       Penggunaan awalan sengau (N) seperti terdapat pada kata ngopi, nyoba, nyuntik, ngebut, dan nggonggong.
2.       Penggunaan akhiran –in seperti terdapat pada kata doain, jagoin, satuin, dan bangunin.
3.       Penggunaan kombinasi imbuhan N-in, seperti pada kata ngeduluin, nyobain, ngapain, dan nggodain.
4.       Penggunaan akhiran –an seperti pada kata gedean, kampungan, pinteran, dan buruan.
5.       Penggunaan konfiks ke – an seperti pada kata kecolongan, kekenyangan, kepanjangan, dan kebagusan.
Banyak guru dan penyuluh bahasa yang tidak bisa menerima penggunaan alat ketatabahasaan dialek Jakarta seperti di atas dalam bahasa Indonesia. Namun kehadirannya dalam ragam informal bahasa Indonesia lisan tidak bisa dihindarkan atau ditiadakan.
                Sesungguhnya potensi dialek Jakarta untuk pengembangan kosa kata bahasa Indonesia masih dapat dimanfaatkan sebab sampai kini  kata-kata seperti dengdet,jarot, engget, jambak, engap, dan bacin belum ada padanannyadalam bahasa Indonesia. Begitupun kata-kata seperti contok, cepol, cetol, ciprat, deblag, gatak, kelepak, sampok, dan tojos yany sinonimis berarti “memukul” tetapi kalau dianalisis akan berbeda maknanya.Anda ingin tahu silakan lihat Kamus Dialek Jakarta.(Intisari-Juni 2002)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar